BZWI8C3qMxmdvudEkXnedhGzdjepF89oa9U6FDLb

Artikel Pilihan

Pangkrasia: Saya Jadi Seperti Ini Karena Panti Asuhan Putri Kerahiman

Pangkrasia: Saya Jadi Seperti Ini Karena Panti Asuhan Putri Kerahiman
Saya jadi seperti ini karena panti Asuhan Putri Kerahiman. Itulah kalimat pertama yang terucap dari alumni panti asuhan putri kerahiman ini. Namanya Pangkrasia Kotemku, alumni panti asuhan putri kerahiman Hawai Sentani, angkatan kedua. Saat ini dia bekerja sebagai petugas kesehatan di Pegunungan Bintang, Papua. Bagi perawat asal Boven Digul ini, panti asuhan putri kerahiman adalah segalanya bagi dia. Di situ dia bertumbuh, berproses, dan dididik.

"Adik bicara tentang panti asuhan saat kakak pertama masuk sedih sekali", kata alumni panti asuhan putri kerahiman yang pernah berkeinginan untuk menjadi biarawati ini.

"Waktu tahun 91 kakak masuk panti, bukan gedung besar seperti sekarang ini, hanya dua rumah kecil yang menampung sekitar 20 anak", ujarnya sambil menahan haru.      

Saat itu, almahrum suster Maricen Warson yang merawat kami dan mencari donatur supaya kami bisa makan. Kata alumni SMP YPPK Bonaventura Sentani itu. 

Terinspirasi dengan pelayanan yang penuh cinta dari suster Maricen, Kakak Pangky, saya menyebutnya demikian, pernah berkeinginan untuk untuk menjadi seorang biarawati, agar bisa melayani anak - anak panti asuhan seperti suster Maricen. Namun niat mulianya tersebut mendapatkan respon yang berbeda dari suster Maragaretha Sitokdana. Salah satu suster biarawati, dari tarekat DSY yang melayani panti asuhan saat itu. 

Beliau (baca: suster Margaretha) menyarankan saya untuk mengambil kesehatan. Cerita kakaka Pangky melalui chat mesenjer. 

Selanjutnya oleh ibu Ros, direktur panti asuhan saat itu mengantarkan saya untuk melanjutkan studi di SMAKes dan lulus tahun 2004 sebagai perawat.

Litani masa kecil yang penuh perjuangan dari tangan - tangan kasih di panti asuhan putri kerahiman, sangat melekat di hati Pangkrasia Kotemku. Dalam kesedihannya karena kondisi panti saat ini, dia hanya berharap semuanya kembali seperti dulu.

"Kakak tidak bisa balas apa - apa cuma doa. Berharap kita semua (alumni panti asuhan) bisa sama - sama membangun kembali panti asuhan seperti dulu", katanya sambil mengakhiri pembicaraan kami siang itu.

Sebuah Refleksi

Melalui kisah salah seorang alumni di atas, kita bisa belajar tentang dua hal.

Pertama

Setiap masa memiliki kisah dan setiap kisah memiliki masanya masing - masing. 

Kita tidak mungkin memaksakan peristiwa hari Sabtu sama persis dengan kejadian hari Minggu. Namun yang perlu kita perjuangan adalah tujuan dari para pendahulu. 

Jika tujuannya untuk menjadi berkat bagi anak - anak Papua, yang jauh dari sentuhan pendidikan yang layak; maka mari kita berjuang bersama untuk mengembalikannya pada tujuann semula; 
  • Yakni membantu bukan membayar, 
  • Menjadi berkat bukan mendapat berkat. 
Alumni apakah kalian mau berjuang untuk rumah masa kecilmu?.

Kedua

Kalau hidup hanya sekedar hidup, maka binatang hutan pun bisa hidup. Tetapi, hidup yang menjadi berkat seperti almahrum suster Maricen Warson harus menjadi semangat kita semua, anak - anak didikannya. 

Mari saudara dan saudariku di mana pun engkau berada. Jadilah berkat bagi sesama di sekitarmu.

Kesimpulannya:

  1. Hidup harus menjadi berkat.
  2. Caranya mengembalikan tujuan panti asuhan pada tujuan awal didirikan.
Bisakah alumni mewujudkannya?
Sebuah tanya untuk kita renungkan bersama. Baca 10 Manfaat Ikatan Alumni Panti Asuhan Putri Kerahiman Polomo Sentani Papua
Baca Juga
Martin Ruma
Montir di Bengkel Kata. Sharing personal tentang Parenting, Guru, Menulis, LDK dan Blogging.

Artikel Terkait

Posting Komentar